Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional,
target bauran energi baru dan terbarukan pada tahun 2025 paling sedikit 23% dan 31% pada
tahun 2050. Target kapasitas PLT-Angin (Pembangkit Listrik Tenaga Angin) pada tahun 2025
yakni 255 MW. Sementara hingga tahun 2020 PLT-Angin baru terpasang sekitar 135 MW
dengan perincian 75 MW di daerah Sidrap dan sebesar 60 MW di daerah Janeponto). Dengan
demikian pengembangan energi angin di Indonesia masih menjadi tantangan nasional.
Ketersediaan peta potensi energi angin yang akurat di seluruh wilayah Indonesia sangat
diperlukan sebagai langkah awal dalam identifikasi dan pemilihan lokasi proyek energi angin.
Peta tersebut memberikan informasi mengenai karakteristik angin di berbagai wilayah seperti
kecepatan angin rata-rata, kecepatan maksimum dan minimum yang dapat dikonversi menjadi
peta rapat daya dan peta energi tahunan (dalam kWh/ atau W/m2
). Informasi tersebut sangat
berguna sebagai dasar penentuan lokasi dan pemilihan teknologi turbin yang tepat.
Penyediaan data potensi energi angin offshore memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi.
Hal ini dikarenakan beberapa alasan, mulai dari kesulitan dalam membangun struktur pondasi
yang kuat, instalasi power supply, transfer data hingga pemeliharaan yang sulit jika terdapat
kerusakan. Kesulitan tersebut menyebabkan pengukuran angin offshore membutuhkan biaya
jauh lebih mahal dibandingkan di darat, padahal data pengukuran angin offshore yang
beresolusi tinggi sangat berguna untuk estimasi potensi angin yang akurat.
Salah satu upaya untuk mempercepat pemanfaatan sumber daya angin, Badan Litbang ESDM
melalui P3TKEBTKE telah mengembangkan metode perhitungan potensi energi angin dengan
membuat peta potensi energi angin Indoesia resolusi 5 km di tahun 2016. Pada tahun 2020,
peta tersebut perbaharui dengan memperpanjang periode inputan model kemudian menghitung
potensi energi angin onshore dan offshore Indonesia. Selanjutnya untuk menggambarkan
potensi energi angin Indonesia, hasil pemodelan tersebut ditampilkan dalam peta distribusi
kecepatan angin onshore dan offshore, peta distribusi kecepatan angin per musim, peta
distribusi rapat daya angin (Wind Power Density/WPD), dan peta distribusi produksi energi
tahunan (Annual Energy Production/AEP). Verifikasi model dilakukan terhadap data
pengukuran 111 stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan 11
lokasi pengukuran Pusat Penelitian Pengembangan Geologi dan Kelautan (P3GL-KESDM).
Verifikasi dilakukan dengan menghitung bias dan root mean square error (RMSE) antara hasil
model dan data pengukuran.
Berdasarkan hasil pemetaan distribusi kecepatan angin, didapat kecepatan angin yang tinggi (6
- 8 m/s) di onshore terjadi di pesisir selatan pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Maluku, dan NTT.
Sementara kecepatan angin di daerah offshore menunjukkan angka lebih dari 8 m/s terjadi di
Offshore Banten, offshore Sukabumi, offshore Kupang, offshore Pulau Wetar, dan offshore Kab
Jeneponto, dan offshore Kab Kepulauan Tanimbar. Kecepatan angin maksimum terjadi pada
periode Juni, Juli, Agustus (JJA) saat terjadi monsun Australia sedangkan minimum terjadi
pada periode Maret, April, dan Maret (MAM) saat peralihan monsun Asia ke monsun
Australia.
WPD di lokasi Sukabumi, Pandeglang, Yogyakarta bagian selatan, Kupang, Sulawesi Selatan,
Maluku, mencapai 400–500 watt/m2 termasuk dalam kelas good. Offshore Banten, offshore
Sukabumi, offshore Kupang, offshore Pulau Wetar, dan offshore Kab Jeneponto, dan offshore
Kab Kepulauan Tanimbar memiliki kelas WPD excellent (500 – 600 watt/m2
). AEP untuk
wilayah onshore Sukabumi, Pandeglang, Yogyakarta bagian selatan, Kupang, Alor, dan
Maluku dengan turbin Bonus 1 MW menghasilkan 4 – 5 GWh/year. Area dengan AEP 5 - 6
GWh/year terdapat di wilayah offshore Pandeglang, offshore Kabupaten Sukabumi, offshore
Kabupaten Jeneponto, offshore Kupang, offshore Pulau Wetar, dan offshore Kabupaten
Kepulauan Tanimbar.
Selain itu, untuk mengetahui potensi energi angin secara detail, di tahun 2020 ini P3TKEBTKE
juga melakukan pre-Feasibility study terhadap dua lokasi yang memiliki menara ukur angin,
yaitu Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur dan Saumlaki, Maluku. Potensi energi angin onshore
di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur didapat kecepatan angin rerata di ketinggian 50 m, 30 m,
dan 20 m berurutan adalah 5,82 m/s, 5,69 m/s, dan 5,23 m/s, arah angin dominan dari tenggara,
kecepatan angin harian di ketinggian 50 m merata sepanjang hari dengan kecepatan angin
maksimum dan cenderung seragam terjadi di siang-sore hari pukul 10.00-17.00 (7 jam) dengan
kecepatan sekitar 6 m/s, sedangkan kecepatan angin di pukul 17.00 – 10.00 berkisar antara 5,4
m/s – 5,9 m/s. Sementara untuk potensi energi angin onshore di Saumlaki, Maluku didapat
kecepatan angin rerata di ketinggian 50 m, 30 m, dan 20 m berurutan adalah 5,20 m/s, 4,37 m/s,
dan 3,66 m/s, arah angin dominan dari tenggara, kecepatan angin harian di ketinggian 50 m
merata sepanjang hari dengan kecepatan angin maksimum dan cenderung seragam terjadi di
siang hari pukul 11.00-14.00 (3 jam) dengan kecepatan sekitar 6 m/s, sedangkan kecepatan
angin di pukul 14.00 – 11.00 berkisar antara 4,6 m/s – 5,9 m/s.
Gambar 1. Peta distribusi kecepatan angin onshore dan offshore Indonesia