
Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik pada periode 2019-2028
diproyeksikan terus mengalami peningkatan dengan rata-rata per tumbuhan
6.3 % per tahun[1]. Perencanaan pasokan tenaga listrik yang sesuai dengan
potensi dan sumber daya energi primer pada pembangkit listrik merupakan
kunci dari pemenuhan kebutuhan tersebut. Perencanaan pembangkit listrik
baru dengan bahanbakar primer dari energi fossil yang tidak ramah
2
lingkungan mulai dikurangi sesuai dengan yang diamanatkan UU Nomor 30
Tahun 2007 tentang energi. Sejalan dengan itu, kontribusi Energi Baru
Terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan diharapkan pada tahun 2025
mencapai 23 % dari total bauran energi nasional. Diversifikasi energi sebagai
salah satu cara mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi merupakan
salah satu langkah untuk meningkatkan kontribusi EBT pada bauran energi
nasional.
Pemanfaatan energi air yang massive merupakan salah satu bentuk
diversifikasi energi yang dapat dilakukan, dimana potensi tenaga air tersebar
hampir di seluruh Indonesia dan diperkirakan mencapai 75.000 MW,
sementara pemanfaatannya kurang dari 10.1 persen. Potensi yang besar
untuk tenaga air diklasifikasi menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
>10 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) 1 MW<10 MW dan
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) <1 MW. Potensi PLTMH
pada saat ini belum maksimal dimanfaatkan. Total potensi PLTMH mencapai
19,385.796 MW, dengan sebaran potensi di 31 Provinsi (Tabel 1),
Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Energi (P3TKEBTKE) telah membuat peta untuk potensi energi mikro hidro
tersebut (Gambar 1.1).
Tabel 1.1 Potensi PLTMH Per Provinsi
Gambar 1.1 Peta potensi PLTMH
Perkembangan PLTMH tergolong sangat lambat terutama energi potensial
air dengan terjunan rendah (2 s/d 6 meter) yang ada disaluran irigasi
maupun dari terjunan dikarenakan biaya tinggi dalam sisi konstruksi sipil.
Pemanfaatan tinggi terjunan rendah tersebut, jika dilakukan secara
konvensional menggunakan jenis turbin yang ada saat ini, membutuhkan
biaya pembangunan fisik yang tinggi sehingga menjadi tidak layak.
Gambar 1.2 Volume beton dan diameter runner terhadap terjunan yang
digunakan saat ini
Turbin Air untuk tinggi terjunan rendah yang memiliki konstruksi kompak
belum banyak diteliti. Tantangan dalam membuat turbin yang kompak
menjadikan turbin rentan kavitasi, terjadi penurunan performansi, serta
isapan udara dari sudu karena tekanan disudu menjadi lebih rendah dari
tekanan atmosfir. Untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan kerjasama
penelitian antara P3TKEBTKE Kementerian ESDM dan Pusat Penelitian
Energi Baru Terbarukan (PPEBT) ITB sertaTelimek LIPI yang dimulai pada
2015 untuk mendapatkan rancangan yang optimal untuk jenis turbin PLTMH
untuk terjunan rendah.
Peran P3TKEBTKE dalam kerjasama penelitian ini adalah melakukan
supervisi, pembiayaan, dan memberikan masukan metode pembuatan turbin,
generator, dan control system dalam pengujian PLTMH low Head. Peran ITB
yakni dalam mendesain turbin dan peran Telimek LIPI adalah dalam
mendesain generator Hal ini diperkuat dengan kerjasama antara Badan
Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Institut Teknologi
Bandung tentang Nota Kesepahaman Nomor. 24. Mou/05/BLB/2020, Nomor
: 006/11.A/DN/2020.
Hasil kerjasama penelitian lain adalah turbin aksial untuk head yang
rendah dan pengembangannya menggunakan metoda inverse design dan
radial equilibrium dapat menemukan bentuk sudu maupun airfoil yang
optimum. Turbin Aksial ini, dilengkapi dengan Generator Maknit Permanen,
dimana rotor generator yang merupakan maknit permanen bersatu dengan
rotor turbin, sedangkan stator generator berada disekeliling rotor turbin atau
rotor generator, dinamakan Turbin Aksial Generator Maknit Permanen
(TAGMP).
Gambar 1.3 Daerah kerja turbin konvensional dan TAGMP
Pengujian TAGMP di laboratorium lapangan Cijedil kab Cianjur, pada bulan
Oktober 2018 dapat disimpulkan pada daya rendah walaupun trend dari
penambahan debit dan kecepatan putar masih membesar dan belum
mencapai puncaknya. Pengujian dilakukan pada daya rendah disebabkan
karena kurangnya pasokan air untuk pengujian, air yang ada pada saat ini
digunakan untuk produksi daya listrik untuk dipasok ke jaringan itupun bekerja
pada 50% kapasitasnya. Hasil pengujian pada Oktober disajikan pada
Gambar 3, sebagai berikut :
Gambar 1.4 Daya, tegangan dan Arus pada daerah rpm konstan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan purwarupa turbin masih perlu
disempurnakan. Pengoptimalan kontruksi salah satunya pada penyekat
antara stator dan rotor TAGMP, Generator masih belum menggunakan
laminated silicon steel sheet untuk mengurangi kerugian Eddy Current.
Pekerjaan ini menggabungkan disiplin mekanik, listrik dan kontrol agar unjuk
kerja TAGMP optimal. Selain optimasi TAGMP, pada kegiatan ini akan
dilakukan diseminasi hasil rancangan purwarupa turbin head rendah kepada
masyarakat khususnya para pemangku kepentingan pembangkit listrik hidro