
Tantangan pengembangan bioethanol sebagai bahan bakar di Indonesia saat ini masih
besar meskipun tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan baku cukup melimpah.
Masalah utama dalam penyediaan bahan bakar bioethanol antara lain adalah harga bahan
baku yang tinggi dan belum ada jaminan keberlanjutan pasokan, serta ketersediaan lahan
terbatas. Dilain sisi sebagai negara kepulauan yang sangat luas, penetapan harga bahan bakar
minyak domestik membutuhkan solusi tepat yang mendukung keadilan sosial sekaligus
mendorong pengusahaan penyedia energi yang sehat. Pemanfaatan sumber energi lokal
secara tepat dan optimal diharapkan dapat mengurangi biaya dIstribusi bahan bakar minyak
didaerah yang jauh dari lokasi produksi bahan bakar minyak seperti di Lombok Utara.
Tanaman sorghum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) adalah tanaman C4 yang
produktif mengikat CO2 menjadi gula, seperti halnya tebu dan jagung.
Keunggulan dibanding tebu sebagai bahan baku bioethanol, yaitu antara lain: umur
panen sorghum yang pendek sehingga dapat dipanen 3 – 4 kali dalam satu tahun; mempunyai
daerah adaptasi yang sangat luas; toleransi yang lebih baik terhadap kekeringan dan tahan
3
terhadap genangan air, serta mempunyai resiko gagal panen akibat hama dan penyakit yang
relatif kecil.
Sorgum manis merupakan tanaman multi-guna: bijinya dapat diolah sebagai bahan
pangan bebas-gluten, campuran pakan ternak ataupun diproses menjadi bioethanol; daunnya
bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak; sementara Nira (juice) yang diperas dari batangnya
mempunyai kandungan gula yang cukup sebanding dengan tebu sehingga dapat diproses
menjadi bioethanol dan bagasnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau bahan bakar.
Sorgum untuk berbagai pemanfaatan dikembangkan hampir di sekitar 111
negara didunia, termasuk Indonesia. Biji sorghum merupakan produk sereal ke-5 terbesar
didunia setelah gandum, jagung, beras, dan barley. Total produksi tahunan dunia mencapai
sekitar 60 juta ton (FAO STAT 2013). Lima besar negara produsen biji sorghum: Amerika,
Nigeria, Mexico, India dan Sudan. Tahun 2017 Amerika merupakan produsen terbesar biji
sorghum dunia, produksinya mencapai 9,2 juta ton [USDA, 2017], dengan luas tanam sekitar
2,2 juta hektar di lahan kering sepanjang “sorghum belt” khususnya Kansas dan Texas.
Sorgum manis menarik minat banyak negara untuk mengembangkannya menjadi
bioethanol baik dengan memanfaatkan pati bijinya ataupun nira batangnya melalui proses
fermentasi biasa maupun dikombinasi dengan memanfaatkan bagasnya (selulosa) melalui
proses hidrolisa enzimatik. Saat krisis minyak di tahun 1970 Amerika memulai program
pengembangan sorghum manis sebagai bahan baku bioethanol dimana produktifitas batang
mencapai 35 ton/ha (berat kering), tetapi kegiatan ini menurun di era 80’ karena jatuhnya
harga minyak dunia saat itu. Dengan meningkatnya peran bioenergi di sektor energi dunia,
kegiatan riset dan pengembangan sorghum kembali aktif, berbagai varitas sorgum manis
5
dikembangkan agar layak ekonomi sebagai bahan baku bioethanol dan banyak pilot project
di lakukan di berbagai negara seperti Amerika, India, China, Filipina, Australia dll. Industri
bioethanol berbasis pati biji sorghum sudah berkembang dibeberapa negara yang
memproduksi bioethanol berbasis pati seperti Amerika, Australia dan China. Menurut data
USDA tahun 2017 ada 2,5 juta ton biji sorgum di Amerika diproduksi menjadi bioethanol
atau sekitar 2% dari bahan baku jagung dan, jumlah ini masih kecil yaitu sekitar 2% dari
jagung bioethanol. Sementara Australia (United Petroleum, 2011) sejak tahun 2008 telah
memproduksi fuel grade bioethanol berbasis pati biji sorgum dengan kapasitas 76.000
kL/tahun. Umumnya jumlah produksi bioethanol dari sorgum manis bergantung pada harga
biji sorgum dipasar domestik negara yang bersangkutan. Sementara itu bioethanol dari nira
sorgum manis sejak 2012 sudah dikembangkan India secara komersial berbasis komunitas.
Di Indonesia, Balai Penelitian Sereal di Sulawesi mengembangkan sorgum manis
varitas unggulan Super, sementara BATAN mengembangkan varitas Samurai. Pilot project
skala kecil produksi bioethanol berbasis nira sorgum manis sudah banyak dilakukan, salah
satunya oleh Puslitbangtek KEBTKE, Kementerian ESDM yang membangun dua trial plot
4 hektar di dua lokasi dengan kondisi tanah dan iklim berbeda yaitu di Yogyakarkata dan
Lombok Timur masing-masing bekerjasama dengan UPN “Veteran” Yogyakarta dan
Universitas Mataram. Hasilnya diukur dari produktivitas batang dan indeks Brix nira
menunjukkan pengembangan bioethanol berbasis nira sorgum manis dilokasi dengan
karakteristik tanah dan iklim yang sesuai layak untuk ditingkatkan ke skala lebih besar.
Laporan Akhir Pengembangan Bioethanol Skala Industri Berbasis Tanaman Sorgum Manis :
Download